Jumat, 02 Agustus 2013

MBAH SYAWAL DAN SILATURAHMI TANPA TEPI.

Mbah Syawal adalah sosok seorang kakek yang bisa memberikan tauladan bagi anak cucunya. Mbah Syawal merupakan pria kelahiran Jombang 5 Mei 1931 dan wafat di Mojokerto tanggal 8 November 2001, banyak pelajaran kehidupan yang bisa diambil dari sosok Mbah Syawal. Mulai dari tanggung jawabnya kepada keluarga, religiusitasnya, jiwa kewirausahaannya, kasih sayangnya, dan lain sebagainya sampai kebiasaan bersilaturahimnya. Yang menjadi garis bawah saya saat ini adalah sebuah kebiasaan bersilaturahim Mbah Syawal. Berbagai model silaturrahmi pernah dijalani Mbah Syawal, kemanapun Mbah Syawal pergi ke suatu kota maka disempatkanlah berkunjung ke rumah saudara yang ada di kota itu walaupun hanya barang sesaat. Ketika ada kunjungan ke pabrik jamu “air mancur” di daerah karanganyar maka disempatkannya mampir di rumah adiknya di daerah stadion Manahan Solo. Ketika rekreasi ke Jakarta sama keluarga maka disempatkan juga untuk mengunjungi rumah saudara yang ada disana.
Mbah Syawal juga selalu istiqomah mengajak Lek Mat, satu-satunya putra lelakinya Mbah Syawal untuk berkunjung Halal bi Halal ke ndalem-nya para kiai di mojokerto dan yang rutin adalah sowan ke KH.Achyat Chalimi dan Kiai Mail di setiap lebaran. Bahkan saat ini ketika saya berkunjung sama ayah ke Ndalemnya KH.Makinuddin Qomari putranya Kiai Mail yang kini menjadi Ketua Takmir Masjid Agung Al-Fattah dan ditanya,”Pundi dalemipun pak?” Sontak saya jawab “sinoman kiai.” Lalu ditanya kembali,”Nopone pak syawal?”, dengan senyum ayah menjawab,”Nggeh niki putune, kiai” Beliau sangat hafal tentang Mbah Syawal dan masih menanyakan kabar Lek Mat putra kecilnya Mbah Syawal yang dulu sering diajak ngaji ditempatnya. Selain itu jika mendengar ada tetangga atau saudara yang meninggal, pasti Mbah Syawal selalu menyempatkan ngelayat dimanapun tempatnya walaupun kadang hanya sekedar mensholati jenazahnya. Mbah Syawal juga istiqomah dalam ziarah kubur, silaturrahmi dengan ahli kubur sekaligus merawat kebersihan makamnya. Mbah Syawal tak terlalu memikirkan untung ruginya melakukan silaturrahmi, yang ada hanyalah pentingnya menyambung paseduluran dan tidak sampai ada yang kepaten obor. Beliau mampu bersilaturrahmi dengan siapapun, dengan saudara, tetangga, teman dan bahkan dengan kucingnya yang bernama jliteng. Bahkan karena saking akrabnya dengan jliteng, jliteng pasti siap menyambut Mbah Syawal di depan gang seusai beliau berjualan dan mengikuti Mbah Syawal sampai rumah. Semua itu hanya efek domino saja dari silaturrahmi, tak berharap apapun tapi justru mendapatkan lebih dari yang diperkirakan. Bukankah dengan bersilaturrahmi bisa memperpanjang umur dan menambah rezeki? Saya hanya berharap untuk bisa melanjutkan kebiasaan hebat tersebut, belajar bergaul dengan siapapun, mulai kiai hingga santri, orang jalanan sampai orang mapan, rekan kerja sampai para siswa. Belajar jika pergi kemanapun berusaha menghubungi kenalan yang ada di kota itu dan sekedar mampir sebentar, menghadiri hajatan dan nikahan teman-teman lama di berbagai penjuru kota, berziarah kubur dari ziarah wali hingga makam keluarga, Halal bihalal dengan guru-guru mulai SD hingga SMA dan berusaha menjalin pertemanan dengan siapapun dan berharap semua itu hanya berlandaskan keihklasan tanpa sebuah kepentingan. Biasanya kita bergaul hanya demi sebuah kepentingan, kita bergaul dengan teman sekolah karena kepentingan sekolah, kita bergaul dengan rekan kerja karena kepentingan pekerjaan, dan kita bergaul dengan siapa saja karena sebuah kepentingan yang cenderung sama. Bergaul dengan berbagai kepentingan dan modus yang terbuka sampai yang tersembunyi. Jarang ada yang bisa seperti Mbah Syawal yang bisa melakukan silaturrahmi tanpa tepi, dengan siapapun tanpa kepentingan apapun. Hingga pada akhir hidupnya Mbah Syawal, jumlah orang yang takziyah sangat banyak bila dibandingkan dengan meninggalnya orang kampung seperti biasanya. Sebuah silaturrahmi tanpa tepi yang telah diciptakan oleh Mbah Syawal. Dan gema bacaan tahlil yang dipimpin KH.Makinuddin Qomari mengantar jenazah Mbah Syawal ke peristirahatannya yang terakhir. Innalillahi wa innalillahi roji’un. Khususon ila ruuhi Mbah Syawal, lahumul fatikhah…. Gresik, 3 Agustus 2013